Jumat, 13 November 2009

JAWABAN UTS FILSAFAT


Nama                           : Firmansyah
NIM                            : 207 202 102
Kelas/Semester            : Biologi B/V(Lima)
Jurusan/Prodi              : Pendidikan Biologi         
Mata Kuliah                : Filsafat Sains
Dosen                          : Irawan, M.Hum.

1.Soal: Kebenaran sains bersifat relatif, maknai dengan optimistik.
                Optimistik diambil dari kata optimisme dengan  kata dasar optimis, dimana arti kata optimisme adalah selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan baik (dalam segala hal). Seperti halnya seseorang yang menghayati sesuatu selalu dari segi yang baik dan menyenangkan.
            Optimisme merupakan suatu aliran yang dipelopori oleh Schopen Hauer, yang memiliki pandangan bahwa yang menentukan baik buruknya seseorang itu adalah berdasarkan pembawaannya, bukanlah pendidikannya, sebab pada dasarnya penghidupan itu selalu baik. Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer dinyatakan bahwa sifat optimisme dimiliki oleh orang yang selalu yakin akan memperoleh hasil yang baik dari usaha atau dari hal-hal yang dihadapi atau dikerjakannya.
            (http://otentik-karya.blogspot.com/2009/01/bab-iii-jiwa-optimisme-pengertian.)12/11/2009
            Dapat dirumuskan bahwa optimistik berdasyarkan pembawaannya memiliki makna bahwa pandangan yang dikemukakan harus bersifat alamiah atau pandangan yang mendasar. Dengan kata lain bahwa kebenaran sains harus ditinjau dari esensi dasar yang ada.
            Ada beberapa kelompok scientis atau pemikir yang mengatakan bahwa tidak ada kebenaran mutlak, segala sesuatu bersifat relatif, apabila suatu kepercayaan tertentu diteliti dengan membandingkannya dengan kepercayaan lainnya maka akan didapati bahwa dalam setiap kepercayaan ada corak-corak khusus yang saling melengkapi satu sama lain, dan hal itu tidak berarti bahwa yang satu mutlak benar dan yang lain mutlak salah, kedua-duanya bisa sama-sama benar bisa juga sama-sama salah tergantung dari perspektif mana orang memandangnya, orang-orang yang berpandangan demikian dikenal dengan penganut paham liberalisme. Walaupun beberapa orang yang berpandangan liberalisme tidak selalu serba menerima segala konsep agama, namun paling tidak beberapa kelompok berpandangan bahwa ada unsur kebenaran dan kebaikan di dalam setiap agama, sehingga atas dasar penalaran demikian maka mereka tidak menerima konsep adanya kebenaran mutlak atau absolute, segala hal bersifat relatif tergantung sudut pandang masing-masing kelompok orang.
            (http://%20filsafat%20ilmu/kebenaran-relatif-pandangan-yg-populer.)12/112009
Selama kita masih berstatus makhluk, maka kita akan selalu bergelimang dengan kebenaran dan kesalahan meskipun keduanya hanyalah bersifat relatif. Semua yang hakiki dan mutlak hanya milik Sang Maha Pencipta.
Secara naluriah, manusia selalu akan mencari kebenaran. Sebagai sebuah proses, pencarian kita akan kebenaran tidak serta merta langsung mendapatkan apa yang kita inginkan, tetapi setahap demi setahap, dari kebenaran relatif satu ke kebenaran relatif yang lain dan pada akhirnya pada suatu saat kita akan mendapatkan kebenaran yang sempurna, yaitu kebenaran ilahi yang hakiki. Lalu mengapa kebenaran-kebenaran relatif itu ada ? Kebenaran relatif adalah kebenaran yang masih mengandung prasyarat konteks atau situasi. Pada suatu konteks tertentu kebenaran bisa menjadi salah, demikian pula sebaliknya  pada saat yang lain kesalahanpun bisa dibenarkan.
Karena konteks relatifitas ini pulalah, maka ilmu selalu dapat berkembang, pengatehauan manusia terus mengalami perubahan. Karena pada dasarnya terjadinya perubahan adalah karena adanya perbedaan relatif suatu kondisi dengan situasi yang lain.
Keterbatasan manusia pulalah yang mengakibatkan seseorang sering beranalogi untuk mencari kebenaran. Meskipun cara ini cukup ampuh untuk memahami suatu permasalahan, tetapi sering kali pula analogi yang dikembangkan justru menjerumuskan kita kepada pembenaran yang sebenarnya tidak berdasar.
Sains adalah  aktifias pemecahan masalah yang dilakukan oleh manusia yang dimotivasikan oleh rasa ingin tahu tentang dunia sekitar mereka dan keinginan. Untuk memahami alam tersebut, serta keingian memanipulasi alam dalam rangka meluaskan keinginan atau kebutuhannya.
Dalam Filasafat Umum  (Ahmad Tafsir:2000:7) dikatakan bahwa Sains dan teknologi digunakan untuk mewarnai dunia berdasyarkan pandangan hidupnya, yaitu agama dan filsafat. Sains adalah pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris (bukti nyata). Dalam bentuknya yang telah baku, pengetahuan sains itu  mempunyai paradigma  positif dan metoda ilmiah.Formula utama dalam  pengetahuan sains ialah buktikan bahwa itu logis dan tunjukkan bukti empirisnya. Formula ini perlu diperhatikan, karena adakalanya kita menyaksikan ada bukti-bukti empiris, tetapi tidak logis. Yang seperti itu bukan pengetahuan sains.
Maka dapat diambil kesimpulan penting bahwa ketidaklogisan atau kurang logis dan bukti empiris yang kurang atau bahkan tidak empiris  menjadi alasan akan adanya kebenaran yang relatif, karena seiring dengan fakta tersebut, akan ada orang yang berusaha membuat anggapan atau teori baru, ada yang memperbaikinya, atau juga ada yang berusaha menyikapi dalam batas kewajaran dengan persepsi yang sederhana. Secara naluriah Tidak ada kebenaran yang absolut bagi manusia, karena kebenaran menurut manusia belum tentu benar menurut manusia lain, apalagi menurut Tuhan. Hal itu karena kebenaran sendiri diciptakan oleh Tuhan, dan Tuhan sendiri yang benar secara mutlak.
2.Soal: Jelaskan perbedaan ilmu dengan pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 2001, ilmu artinya adalah pengetahuan atau kepandaian. Dari penjelasan dan beberapa contohnya, maka yang dimaksud pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenaan dengan masalah keadaan alam, tapi juga termasuk “kebatinan” dan persoalan-persoalan lainnya. Sebagaimana yang sudah kita kenal mengenai beberapa macam nama ilmu, maka tampak dengan jelas bahwa cakupan ilmu sangatlah luas, misalnya ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu dagang, ilmu hitung, ilmu silat, ilmu tauhid, ilmu mantek, ilmu batin (kebatinan), ilmu hitam, dan sebagainya.
Kata ilmu sudah digunakan masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu. Di Indonesia, bahkan sebelum ada kata ilmu sudah dikenal kata-kata lain yang maksudnya sama, misalnya kepandaian, kecakapan, pengetahuan, ajaran, kawruh, pangrawuh, kawikihan, jnana, widya, parujnana, dan lain-lain. Sejak lebih dari seribu tahun yang lampau nenek moyang bangsa kita telah menghasilkan banyak macam ilmu, contohnya kalpasastra (ilmu farmasi), supakasastra (ilmu tataboga), jyotisa (ilmu perbintangan), wedastra (ilmu olah senjata), yudanegara atau niti (ilmu politik), wagmika (ilmu pidato), sandisutra (sexiology), dharmawidi (ilmu keadilan), dan masih banyak lagi yang lainnya.
        Ada yang mencoba membedakan antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science). Pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil tahu dari usaha manusia untuk menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa batu, apa gunung, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why dan how)., misalnya mengapa batu banyak macamnya, mengapagunungdapatmeletus,mengapaesmengapungdalamair. Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek kajian, metoda pendekatan dan bersifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alam ini dapat dijawab dengan ilmu, atau setidaknya banyak pada awalnya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminologi di sini mensyaratkan adanya fakta-fakta.

(file://%20filsafat%20ilmu/PENGERTIAN%20PENGETAHUAN,%20ILMU%20DAN%20FILSAFAT%20%C2%AB%20KEPANDAIAN)11/11/2009
            Definisi ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika dilihat dari dalam).
MohammadHatta, menyatakan bahwa definisi ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris.Ilmu dapat diamati panca indera manusia .Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada para ahlinya untuk menyatakan -suatu proposisi dalam bentuk: "jika,...maka..."
Harsojo, Guru Besar Antropolog, Universitas Pajajaran berpendapat bahwa definisi ilmu bergantung pada cara kerja indera-indera masing-masing individu dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam memroses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu juga, definisi ilmu bisa berlandaskan aktivitas yang dilakukan ilmu itu sendiri. Kita dapat melihat hal itu melalui metode yang digunakannya.
Dari definisi yang diungkapkan Mohammad Hatta dan Harjono di atas, kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang...
  1. Berdiri secara satu kesatuan,
  2. Tersusun secara sistematis,
  3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data),
  4. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
  5. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
  6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
  7. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.

Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa tidak semua pengetahuan dikategorikan ilmu. Sebab, definisi pengetahuan itu sendiri sebagai berikut: Segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas panca indera untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh, luas, dan dalam dari pengetahuan.

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
            Dalam filsafat Ilmu (Jujun S.Suriasumantri:1990:91) disebutkan bahwa ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris, sedangkan pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang  secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
            Tetapi ada anggapan lain, Irawan M.Hum (Filsafat Sains:2007:1) menyatakan bahwa  Yang dimaksud dengan ilmu adalah pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta yang di dapat melalui sejumlah metoda yang istimewa yaitu terorganisir, disertai dengan prosedur yang masuk akal dan pengujian (verifikasi) yang teramati dan terukur. Ilmu berarti kejelasan, segala daya upaya manusia mencari ilmu sebenarnya adalah mencari kejelasan, menandakan bahwa kata ilmu memiliki makna yang luas. Artinya, apapun bentuk tindakan mengenal, memikirkan, serta memahami yang dilakukan manusia terhadap suatu objek bisa dikategorikan sebagai ilmu.
            Pengetahuan pada dasarnya adalah kesatuan antara subyek yang mengetahui dan obyek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai yang dikenalinya. Karena melibatkan subjek atau manusia yang mengetahui maka pengetahuan lebih bersifat dinamis dari pada statis, sebab manusia sebagai subjek senantiasa berubah dalam mengenal serta memaknai objek yang diketahuinya. Pengetahuan lebih dimaknai sebagai kata kerja , yang berarti suatu ungkapan yang menggambarkan bahwa spirit manusia tidak akan pernah berhenti untuk mendapatkan kebenaran.
            Jadi sebagai simpulan, ada dua anggapan dasar mengenai perbedaan ilmu dengan pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai bagian dari ilmu dengan arti kata ilmu lebih luas cakupannya dari pada ilmu, anggapan lain bahwa ilmu sendiri sebagai bagian dari pengetahuan dengan arti kata pengetahuan lebih luas cakupannya dari pada ilmu. Tapi tidak setiap pengetahuan bisa dikatakan ilmu, karena ada batasan-batasan tertentu yang dipersyaratkan oleh ilmu bagi pengetahuan.
3.Soal: Jelaskan makna kritis, refleksif, dan radikal filsafat dalam memandang sains.
            Makna kritis filsafat dalam memandang sains dapat dijelaskan melalui teori kritis, dimana teori ini berkembang tahun 30 an di Jerman yakni di Institut fur Sosialforschung di Frankfurt, sehingga sering juga disebut aliran Frankfurt.  Tokoh-tokoh terkemuka dari teori ini adalah Horkheimer, Adorno, dan Marcuse.  Sebenarnya teori ini berasal dari “Teori Kritik Masyarakat” yang intinya adalah bermaksud membebaskan masyarakat dari manipulasi ilmuwan moderen.  Teori tersebut mengambil inspirasi dari pemikiran Karl Marx, namun tidak mengikuti Marx yang dianggap radikal-revolusioner.
Salah satu unsur utama dari teori kritis adalah keyakinan bahwa di balik selubung objektivitas sains tersembunyi kepentingan kekuasaan.  Kepentingan ini diyakini  bersifat ekonomis, kapitalis, dan dehumanis.  Karena itu, penganut teori kritis ingin membuat semacam pencerahan (enlightenment/aufklarung) dengan mengungkap tabir yang menutupi maksud yang tidak manusiawai dari perkembangan sains.  Sinyalemen tentang tidak sterilnya sains dari kepentingan sebenarnya sudah dikemukakan berabad-abad silam oleh filsuf Yunani yakni Francis Bacon dengan ucapannya yang penulis kutip pada awal bab ini.  Nasoetion (1999) juga mengemukakan bahwa sains dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan bagi sebagian umat dengan merugikan umat lainnya.
            Teori kritis mencapai kejayaan pada tahun 60 an di Eropah dan menjadi inspirasi sebuah gerakan masyarakat dan mahasiswa.  Sayangnya, gerakan ini berkembang menjadi gerakan anti masyarakat industri dan kapitalis, sehingga sering disebut “Neo Merxisme”.  Sejalan dengan gagalnya Marxisme paham teori kritis juga memudar.  Perkembangan dunia ternyata tidak sesuai dengan pengandaian (presumsi) Marx bahwa manusia adalah makhluk berkebutuhan, dan hal ini merupakan peluang untuk dimanipulasi oleh kapitalisme dengan kedok perkembangan sains.
            Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa makna kritis filsafat sains dihubungkan dengan perkembangan dan nilai manfaatnya, bahwasannya jika kita ingin bersaing di dunia maka penguasaan sains harus betul-betul maksimal. Sifat kritis dari filsafat dalam memandang sains diharapkan mampu menunjukkan bahwa kebenaran dalam sains itu belum final dan tidak pasti. Ketidakpastian tidak dimaknai secara psikologis, artinya tidak lantas kita menjadi bingung  dan putus asa karena seolah tidak ada kebenaran apapun yang dapat kita percayai tetapi hendaknya dimaknai secara logis , kondisi ini membuka peluang bagi semua pihak yang memiliki kepentingan dan obsesi bahwa suatu saat kita bisa menciptakan sains dan menemukan kebenaran baru.
            Makna raddikal filsafat dalam memandang sains
Di samping agama dan filsafat, sains merupakan salah satu bentuk pengetahuan manusia yang gigih mencari makna. Mungkin sains tidak menuntaskan banyak misteri kehidupan manusia, seperti misteri asal-usul kehidupan dan misteri kematian, namun langkah-langkah untuk memecahkan enigma-enigma seperti itu tampaknya berjalan progresif dalam sains. Kesan bahwa sains ingin menyaingi agama atau bahkan menggantikannya dalam perannya sebagai juru tafsir dunia cukuplah beralasan. Sains berambisi menjadi sistem pandangan dunia menyeluruh, dan itulah yang terjadi dalam scientism. Di dalam saintisme kesahihan agama dalam memaknai dunia ditolak. Di tengah-tengah dominasi saintistis itu di abad ke-20 terjadi suatu tren yang sebaliknya: Kesahihan sains dalam memaknai dunia juga dipersoalkan.
Pada khirnya, pencarian makna (objektivitas) dalam sains bermuara pada persoalan bahasa. Seperti dibuktikan oleh Richard Rorty dalam Philosophy and the Mirror of Nature, sains modern bertumpu pada asumsi epistemologis Cartesian bahwa rasio manusia mampu mencerminkan realitas, dan bahasa logis dalam sains adalah representasi atas realitas itu. Rorty menolak asumsi ini. Menurutnya, pengetahuan dan bahasa ilmiah bukanlah cerminan alam, melainkan “a justified true belief” yang ditetapkan lewat conversation. Dengan kalimat lain, sains hanyalah salah satu aktivitas manusia untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan bertindak untuk mnghadapi lingkungannya. Istilah “atom”, misalnya, bukan cermin realitas; istilah ini dianggap ‘benar’ karena pada praktiknya berguna (berfungsi) untuk menghadapi realitas. Istilah itu sendiri tidak isomorfis dengan realitas. Jadi, sains bukanlah metabahasa yang mengatasi praktik-praktik lain, melainkan hanyalah salah satu language-game dalam praktik conversation dalam masyarakat. Language-games lainnya adalah agama, politik, kebudayaan dst. Pencarian makna dalam sains bukanlah pencarian kebenaran metahistoris, melainkan ‘pergantian language-game” atau “sejarah metafor” yang tidak pernah berkesinambungan, melainkan merupakan patahan-patahan paradigmatik (Kuhn).
(http://ahmadsamantho.wordpress.com/2008/09/22/sains-dan-pencarian-makna/)12/11/2009
Makna raddikal filsafat dalam memandang sains
Filsafat sains dalam perkembangannya merefleksikan secara kritis ciri-ciri hakiki dari sains itu sendiri beserta arti dan nilainya bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Sains dan teknologi sebagai wujud penerapannya yang dalam masyarakat modern semakin menjadi bentuk yang paling dominan dicoba untuk secara kritis dinilai dan ditempatkan dalam peta pengetahuan dan pemahaman yang menyeluruh dalam hidup dan kehidupan.
            (Irawan, M.Hum: 14: 2007)
                                                 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar